Pandangankedua ini lebih tegas menolak radikalisme dalam bentuk dan motif apapun. Karena itu, menghentikan tindakan teroris, perbedaan pandangan politik, nilai dan kepentingan sesaat dan sempit mutlak harus dikesampingkan. Sekaligus menyatukan pikiran dan gerakan menolak berbagai manuver politik yang biasanya dilakukan secara laten.
Abstract Read online Dalam sejarah panjang dunia ini civics dan pendidikan kewarganegaraan di sekolah merupakan fenomena yang relatif baru. Ada dua faktor yang mengarahkan hal ini. Pertama adalah pertumbuhan negara-bangsa dan kedua adalah diperkenalkannya pendidikan untuk massa. Negara bangsa muncul di seluruh dunia dalam jumlah yang besar setelah akhir perang dunia kedua pada pertengahan abad ke dua puluh. Kekuasaan kolonial telah ditentang dan pergerakan kemerdekaan dilakukan atau mencapai kemerdekaan. Di Afrika, Amerika Latin, dan Asia ada peningkatan di sejumlah negara merdeka. Sebagian terbesar menjalankan bentuk pemerintahan demokratis. Mereka melaksanakan pemilu dan memiliki badan perwakilan. Semuanya memperkenalkan beberapa bentuk persekolahan bagi kebanyakan penduduk. Artikel ini membahas sejarah pendidikan yang didukung oleh negara di eropa. Di dalam konteks itu, dibahas civics dan pendidikan kewarganegaraan di Sekolah abad ke dua puluh satu dengan kemungkinan implikasinya bagi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia.
  1. Զէվθኣоλ ուзюρ
  2. ራеኾυለаጩ ոφо
  3. Ζዓዟ οቦոφαጺа
    1. Дечጉκո еχа ከ
    2. ሲዋбիшωйι аλևμባкօ псеφէгիየо

1Pendidikan Kewaganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan dalam pengertian sebagai Citizenship Education, secara substansif dan pedagonis yang dirancang untuk membangun warga negara yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur pendidikan. Pendidikan kewaranegaraan dapat diartikan menjadi 2 golongan, yaitu Civic Education danCitizenship

SEORANG PENGGUNA TELAH BERTANYA 👇 Jelaskan perbedaan antara civic, civics, dan citizen ? INI JAWABAN TERBAIK 👇 . Pendidikan Kewarganegaraan Ilmu Kewarganegaraan Cheresore dalam Budimansyah, D dan Suryadi, K 20082 mendefinisikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Ilmu Kewarganegaraan atau Citizenship yang isinya mempelajari hubungan antara individu dan individu dengan Negara. Dalam hal ini individu adalah warga negara, sehingga pendidikan kewarganegaraan mempelajari hubungan antara warga negara dengan negara. Kewarganegaraan dalam bahasa latin disebut “CIVIS”, setelah kata “CIVIS” dalam bahasa Inggris disebut “Civic”, yang berarti kewarganegaraan atau kewarganegaraan. Dari kata kewarganegaraan lahir kata civic science of citizenship, civic education dan citizen education Darmadi, 2010 7 Perkembangan studi pendidikan kewarganegaraan tidak lepas dari sejarah perkembangan Amerika Serikat United States of America. Pendidikan kewarganegaraan diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka Amerikanisasi bangsa Amerika atau yang dikenal dengan “teori Amerikanisasi” Darmadi, 2010 7 hal ini disebabkan keragaman warga Amerika yang berasal dari berbagai bangsa yang datang ke Amerika Serikat. Amerika Serikat untuk memiliki identitas sebagai orang Amerika. Untuk mengubah orang-orang dari berbagai negara menjadi orang Amerika, pendidikan kewarganegaraan diajarkan kepada warga negara Amerika. Saat itu, isu-isu pemerintahan, hak dan kewajiban kewarganegaraan dan kewarganegaraan dibahas sebagai bagian dari ilmu politik. Darmadi, 2010 8 2. Pendidikan kewarganegaraan citizenship education Mahoney dalam Budimansyah, D dan Surayadi K. 2008 menjelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan siswa, proses administrasi dan pelatihan dalam upaya mengembangkan perilaku kewarganegaraan yang baik. Azyumardi Azra dalam Darmadi 242010 Rumusan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi sebuah. Pemahaman dasar tentang bagaimana demokrasi dan lembaga-lembaganya bekerja. B. Pemahaman tentang “aturan hukum” dan hak asasi manusia yang tercermin dalam perumusan perjanjian dan kesepakatan internasional dan lokal C. Memperkuat keterampilan partisipasi yang akan memberdayakan siswa untuk merespon dan memecahkan masalah masyarakat secara demokratis. D. Pengembangan budaya demokrasi dan perdamaian di lembaga pendidikan dan semua aspek kehidupan masyarakat. 3. Pendidikan Kewarganegaraan / Kewarganegaraan[s] Pendidikan Pendidikan untuk warga negara Menulis istilah sipil[s] Pendidikan melalui penggunaan huruf s di belakang kata kewarganegaraan merupakan istilah yang digunakan oleh para ahli untuk menyebut Pendidikan Kewarganegaraan Wahab, Abdul Azis dan Sapriya, 322011, sehingga penting untuk mengetahui cara penulisan istilah ini untuk itu. tidak ada kesalahan dalam penulisan istilah. . Cogan dan Deriicot dalam Wahab, Abdul Aziz dan Sapriya 322011 menjelaskan pengertian Kewarganegaraan, Kewarganegaraan, dan Pendidikan kewarganegaraan secara utuh warga negara didefinisikan sebagai anggota konstituen masyarakat. Kewarganegaraan, di sisi lain, dikatakan sebagai seperangkat karakteristik menjadi warga negara. Dan terakhir, Pendidikan Kewarganegaraan, poros yang mendasari sebuah studi, didefinisikan sebagai kontribusi pendidikan terhadap pengembangan karakteristik tersebut.
PraktikBelajar Kewarganegaraan (Project Citizen) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman belajar praktik-empirik. Dengan adanya praktik, siswa diberikan latihan untuk belajar secara kontekstual (Depdiknas, 2003: 12). Sedangkan menurut Budimansyah (2009: 1
Post date 19-Oct-2009 201750 PengantarDemokrasi-oleh banyak pihak-dianggap sebagai suatu sistem yang kehidupan yang dapat menjamin warga masyarakat mencapai kehidupan yang sejahtera. Sejalan dengan keyakinan tersebut, dewasa ini banyak bangsa-bangsa di dunia, termasuk di Indonesia tengah melakukan transformasi dan transisi menuju masyarakat demokratis setelah lebih dari 30 tahun berada dalam kekuasaan otoriter. Demokratisasi bukanlah sesuatu “barang” yang mudah diperoleh dan sederhana untuk direalisasikan, melainkan suatu proses yang sangat rumit dan membutuhkan kesiapan dan dukungan semua pihak untuk merealisasikannya, termasuk di dalamnya bagaimana membangun struktur dan kultur yang demokrasi tanpai dibarengi dengan struktur dan kultur yang demokratis hanya akan menjadikan proses tersebut sebagai sebuah reaksi atas trauma politik masa lalu yang tidak memiliki arah. Dengan kata lain, untuk membangun masyarakat yang demokratis harus dibarengi dengan suatu rekayasa sistemik untuk membangun struktur sosial politik dan kultur yang demokratis. Upaya membangun kultur demokrasi tersebut, menurut Almond harus melewati 3 tiga tahap. Pertama, pengembangan institusi yang demokratis. Kedua, menciptakan kondisi sosial dan personalitas individu yang mendukung terwujudnya demokrasi. Ketiga, mewujudkan struktur sosial dan kultur politik yang demokratis Almond; 1996. Dalam konteks itu semua, maka pendidikan dianggap sebagai salah satu instrumen sekalipun bukan satu-satunya untuk membangun kultur demokrasi tersebut, melalui pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia dalam proses pendidikan, utamanya melalui pembelajaran Civic Education, mulai tingkat dasar, menengah sampai pada jenjang perguruan TerminologiCivic Education, sejatinya dipahami sebagai wahana pendidikan yang didesain untuk membina dan mengembangkan sikap warganegara yang baik, cerdas, kritis dan partisipatif smart and good citizen dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik dalam konteks lokal, regional maupun internasional. Secara lebih sederhana, Civic Education dipahami sebagai wahana pendidikan demokrasi democracy education bagi warganegara. Menurut Azra, Pendidikan Demokrasi secara substantif menyangkut soisalisasi, diseminasi, aktualisasi dan implementasi konsep, sistem, nilai, budaya dan praktik demokrasi melalui pendidikan Azra, 2002 166.Dalam praktiknya, Pendidikan Kewargaan Civic Education tersebut memiliki peristilahan yang berbeda, seperti Citizenship Education, Humanright Education dan Democracy Education. Di Inggris misalnya, menyebut Pendidikan Kewargaan Civic Education dengan Citizenship Education, yang pada tahun 2002 ini menjadi mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Inggris. Bahkan di negara-negara Arab-seperti Yordania dan Sudan-istilah Civic Education diterjemahkan dengan al-tarbiyah almuwathanah dan altarbiyah Kewargaan yang diidentikkan dengan pendidikan HAM Humanright Education mengandung pengertian aktivitas mentransformasikan nilai-nilai HAM kepada masyarakat agar tumbuh kesadaran akan penghormatan, perlindungan dan penjaminan HAM sebagai sesuatu yang kodrati dan dimiliki setiap Azra, Pendidikan Kewargaan Civic Education adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM karena mencakup kajian dan pembahasan tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban warganegara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warganegara dalam masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan sistem yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum, pengetahuan tentang proses seperti kewarganegaraan aktif, refleksi kritis, penyelidikan dan kerjasama, keadilan sosial, pengertian antarbudaya dan kelestarian lingkungan hidup dan hak asasi manusia Azra, 2001.Di Indonesia, penerjemahan Civic Education mengalami beberapa penerjemahan, yakni istilah Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewrganegaraan, Istilah Pendidikan Kewargaan pada satu sisi identik dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Namun disisi lain istilah Pendidikan Kewargaan secara substantif tidak saja mendidik generasi muda menjadi warganegara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan, melainkan juga membangun kesiapan warganegara menjadi warga dunia global society. Dengan demikian orientasi Pendidikan Kewargaan secara substantif lebih luas cakupannya dari istilah Pendidikan itu, Pendidikan Kewarganegaraan menurut Zamroni adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kepada generasi baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat; demokrasi adalah suatu learning proses yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain; kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi. Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di mana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan prilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan political participation serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional dan menguntungkan bagi dirinya juga bagi Merphin Panjaitan Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogal. Sementara menurut Soedijarto, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa; dan ikut serta membangun sistem politik yang lain yang pernah ada dalam sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia, antara lain adalah Kewarganegaraan 1957, Civics 1961, dan Pendidikan Kewarganegaraan 1968. Perkembangan arti Civics yang kemudian meluas menjadi Civic Education, menyangkut dan mengambil bahan-bahannya dari cabang ilmu-ilmu sosial, sehingga Civic Education kadang-kadang sukar dibedakan dari pengertian social studies, yaitu sebagai istilah program pembelajaran PerkembanganGerakan Community Civics pada tahun 1907 yang dipelopori Dunn adalah permulaan dari keinginan lebih fungsionalnya pelajaran bagi para siswa dengan menghadapkan mereka kepada lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan ruang lingkup lokal, nasional maupun internasional. Gerakan Community Civics ini dimaksudkan pula bahwa Civics membicarakan pula prinsip-prinsip ekonomi dalam pemerintahan, usaha-usaha swasta, maupun masalah pekerjaan bersamaan dengan timbulnya gerakan Community Civics yang tersebut, ada lagi gerakan yang membarengi gerakan Community Civic tersebut, yaitu gerakan Civic Education atau banyak juga yang menyebut Citizenship Education. Alasan timbulnya gerakan Civic Education tersebut hampir sama dengan alasan Community Civics, tetapi dalam beberapa hal dapat diartikan Juni 1995 dibentuk sebuah lembaga “Civitas Internasional” pada di Praha yang dihadiri oleh tidak kurang dari 450 pemuka pendidikan demokrasi dari 52 negara. Para peserta sepakat membentuk “Civitas Internasional” yang menyimpulkan pentingnya pendidikan demokrasi bagi penumbuhan “Civil Culture” untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintah demokratis Democratic governmence.Penumbuhan dan pengembangan civil culture dapat dikatakan merupakan salah satu tujuan penting pendidikan kewargaan Civic Education. Tetapi harus segera diakui, sementara para ahli pendidikan kewargaan umumnya sepakat bahwa peranan pendidikan kewargaan dalam pengembangan demokrasi dan kewargaan demokratis telah jelas, tetapi dalam prakteknya masih terdapat perbedaan-perbedaan. Mereka sepakat bahwa demokrasi-demokrasi yang tengah tumbuh — seperti Indonesia sekarang — memerlukan sarana dimana generasi muda umumnya dapat menjadi tahu dan sadar tentang pengetahuan, keahlian, keterampilan dan nilai-nilai yang diperlukan untuk menyangga, memelihara dan melestarikan demokrasi. Tetapi, seperti dikemukakan Print, bagaimana semua hal itu bisa dicapai melalui pendidikan kewargaan tidaklah jelas Print 1999 11.Pada beberapa negara Barat, seperti AS dan Australia, program pendidikan kewargaan telah menjadi bagian kurikulum sekolah setidak-tidaknya dalam satu dasawarsa yang berada dibalik penerapan pendidikan kewargaan di AS adalah bahwa pemeliharaan tradisi demokrasi tidak bisa diwariskan begitu saja; tetapi sebaliknya harus diajarkan, disosialisasikan, dan diaktualisasikan kepada generasi muda melalui sekolah. Lebih daripada postulat penting tersebut, dalam pandangan banyak ahli pendidikan dan demokrasi Barat, pendidikan kewargaan merupakan kebutuhan mendesak karena beberapa alasan kuat lainnya. Pertama, meningkatnya gejala dan kecenderungan political illeteracy, tidak melek politik dikalangan warganegara. Banyak warga barat, khususnya generasi muda tidak memiliki political literacy, tidak mengetahui persis cara kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya. Kedua, Meningkatnya political apathism, yang terlihat antara lain dari relatif sedikitnya jumlah warga negara yang memberikan suara dalam pemilu, atau terlibat dalam proses-proses politik LingkupCivic Education dalam konteks Perguruan Tinggi Islam diarahkan pada nation and character building dengan memiliki 3 materi pokok, yakni demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani. Ketiga core materials tersebut didukung dengan beberapa 6 pokok bahasan, yakni Identitas Nasional, Negara, Warganegara, Konstitusi, Otonomi Daerah dan Good Gabriel, The Civic Culture Prehistory, Retrospect and Prospect, Center for the Study of Democracy, UC Irvine Research Paper Series in Empirical Democratic Theory, No. 1., 1996Azra, Azyumardi, Prof. Dr., Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta PT. Kompas Media Nusantra, Pendidikan Demokrasi dan Demokratisasi di Dunia Muslim, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional II “Civic Education di Perguruan Tinggi”, Mataram, 22-23 April 2002_____, Pendidikan Kewargaan Untuk Demokrasi di Indonesia, Makalah Seminar Nasional Pendidikan Kewargaan Civic Education di Perguruan Tinggi, Jakarta, 28-29 Mei 2001Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan Civic Education Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jakarta Prenada Media, Edisi Revisi, Murray, James Ellickson-Brown dan Abdul Rozak Baginda eds. Civic Education for Civil Society, London ASEAN Academic Press, 1999Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi Tantangan Menuju Civil Society, BIGRAF Publishing, Yogyakarta, 2001* Disampaikan dalam acara Workshop on Civic Education bagi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 22 Agustus 2003 di Dirga Cibulan, Cisarua-Bogor
sejarahpendidikan kewarganegaraan. 1. Pengertian. Secara bahasa, istilah “Civic Education” oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan atau Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah “Pendidikan Kewargaan” diwakili oleh Azra dan Tim ICCE (Indonesian Center for Civic Education) dari Universitas
Civic education in each country has their respective goals in accordance with the value system and political system adopted by a country. Objectives play a very important role, because they will direct all teaching activities and color the other components. To be clear and focused, the purpose of civic education must be based on the values in the philosophy of a country, and accommodate the development of the demands and needs of society. In Indonesia, civic education aims to form good citizens who have citizenship knowledge about their rights and obligations as a citizen, citizenship skills capable of participating in state affairs, and have citizenship attitudes / values in accordance with the ideology of Pancasila. Civic education is formally provided at every level of education through subjects and courses in Civic Education. This research is a qualitative study that is a literature study library research that uses books and other literature as the main object. Keywords Objectives, Civic Education, Indonesia Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 152 URGENSI CIVIC EDUCATION DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA Asrori Mukhtarom*, Desri Arwen**, E. Kurniyati*** Asrorimukhtarom84 desriarwen etykurniyati63 * Dosen Magister Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Tangerang ** Dosen Magister Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Tangerang *** Dosen Magister Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Tangerang ABSTRACT Civic education in each country has their respective goals in accordance with the value system and political system adopted by a country. Objectives play a very important role, because they will direct all teaching activities and color the other components. To be clear and focused, the purpose of civic education must be based on the values in the philosophy of a country, and accommodate the development of the demands and needs of society. In Indonesia, civic education aims to form good citizens who have citizenship knowledge about their rights and obligations as a citizen, citizenship skills capable of participating in state affairs, and have citizenship attitudes / values in accordance with the ideology of Pancasila. Civic education is formally provided at every level of education through subjects and courses in Civic Education. This research is a qualitative study that is a literature study library research that uses books and other literature as the main object. Keywords Objectives, Civic Education, Indonesia A. PENDAHULUAN Pengertian pendidikan banyak dipakai untuk mengacu pada berbagai macam pengertian, misalnya pengajaran, pertumbuhan, perkembangan, pembentukan akhlak, dan perubahan. Kata pendidikan juga melibatkan interaksi dengan berbagai macam hal, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, dan lainnya. Meskipun memiliki berbagai makna, pendidikan merupakan sebuah kegiatan manusiawi. Tindakan mendidik memang secara khas hanya berlaku bagi sebuah kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Inilah kekhasan yang membedakan manusia dengan binatang. Dalam konteks modern, pendidikan senantiasa diletakkan dalam kerangka kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah generasi yang sedang ada dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu pendidikan lebih mengarahkan dirinya pada pembentukan kepribadian individu. Proses pembentukan diri terus-menerus ini terjadi dalam ruang dan waktu yang telah direncanakan. Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk pengembangan diri yang bersifat terus-menerus, tertata rapi, dan terorganisasi, berupa kegiatan yang terarah untuk membentuk kepribadian secara personal dan sosial serta survive menghadapi tantangan dan kebutuhan dalam kehidupan memiliki kedudukan yang sangat penting. Sunarso, “Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Studi terhadap Politik Pendidikan, dan Kurikulum, pada era Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2011. hal. 20-21. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 153 Karena kemajuan setiap bangsa dan negara ditentukan oleh kesadaran dan kepedulian warga negaranya terhadap pendidikan. Mustahil sebuah negara akan maju tanpa ditunjang oleh sumber manusia yang berkualitas. Untuk dapat mencapai sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul, maka harus diselengarakan pendidikan. Salah satu pendidikan yang diselenggarakan di setiap negara adalah pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan tersebut diselenggarakan pada pendidikan formal maupun non formal. Lantas apa tujuan diselenggarakannya pendidikan kewarganegaraan?. Tulisan ini akan membahas apa pengertian pendidikan kewarganegaraan serta tujuan pendidikan kewarganegaraan sehingga pendidikan tersebut dianggap penting diselenggarakan di setiap negara. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif dan pendekatan dalam tulisan ini adalah Library Research. B. PEMBAHASAN 1. Hakikat Pendidikan Bagi Manusia Dalam perspektif al-Qur‟an, pendidikan secara konseptual tidak dijelaskan secara terperinci, hanya terdapat term-term yang dipandang mengandung makna pendidikan yang jika digali lebih dalam dapat ditemukan pengertian pendidikan. Ada dua kata yang sering dihubung-hubungkan dengan istilah pendidikan perspektif al-Qur‟an, di antaranya yaitu al-tarbiyah dan al-ta’lîm. Dalam al-Qur‟an tidak ditemukan istilah al-tarbiyah secara eksplisit, namun dalam al-Qur‟an terdapat istilah yang identik dengannya, yaitu al-rabb, rabbayâniî, nurabbî, ribbîyûn dan rabbânî. Semua istilah tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda. Kata al-tarbiyah yang identik dengan akar kata rabba mempunyai arti luas, yaitu memelihara, menumbuhkan, mengembangkan, menguasai, memiliki, dan mengatur. Sebagaimana dalam QS. Al-Fatihah 2 Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. QS. Al-Fatihah 2. Kata Rabb di atas berarti Tuhan yang ditaati yang Memiliki, Mendidik dan Memelihara, Mengembangkan alam semesta secara berangsur-angsur termasuk manusia hingga sampai pada derajat yang sempurna. Apabila istilah al-tarbiyah diidentikkan dengan bentuk fi’il madhi-nya rabbayânî sebagaimana dalam QS. al-Isra 24, dari bentuk mudhari-nya nurabbi sebagaimana dalam QS. al-Syu‟ara 18, maka al-tarbiyah mempunyai arti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, memproduksi, membesarkan dan menjinakkan. Menurut al-Razi, term rabbayânî tidak hanya pengajaran yang bersifat ucapan yang memiliki domain kognitif tetapi juga meliputi juga pengajaran tingkah laku yang memiliki domain afektif. Bila didasarkan pada QS. Ali Imran 79 dan 146, pengertian al-tarbiyah padanan kata rabbaniyyîn dan ribbiyûn adalah transformasi ilmu pengetahuan dan sikap pada anak didik, yang mempunyai semangat tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya sehingga terwujud ketakwaan, budi pekerti, dan pribadi yang luhur. Kata ini juga memiliki makna kesempurnaan ilmu dan takwanya kepada Allah Swt. Sedangkan kata al-ta’lîm yang berasal dari kata dasar ’allama, yang berarti mengajar, menanamkan keyakinan dan pengetahuan. Kata al-ta‟lim sendiri dapat dijumpai di dalam al-Qur‟an pada surat al-Baqarah 31, kata al-ta’lim digunakan oleh Allah untuk mengajar nama-nama yang ada di alam jagat raya kepada Nabi Adam. Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasit, Jakarta Angkasa, 1972, hal. 321. Fakhru al-Razi, Tafsr Fakhru al-Râzi, Teheran Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, hal. 151. Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasit, Jakarta Angkasa, 1972, hal. 9. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 154 Berdasarkan pemahaman tentang pendidikan di atas, yang diartikulasikan dengan term al-tarbiyah dan al-ta’lîm, maka dapat diambil generalisasi bahwa kedua term tersebut memang mengisyaratkan pendidikan. Akan tetapi bila dilakukan analisis secara mendalam paling tidak dapat dikatakan bahwa al-ta’lîm lebih mengarah kepada aktifitas doktrinasi ilmu pengetahuan. Sedangkan al-tarbiyah mengandung tiga domain pendidikan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik dan dua aspek pendidikan jasmani dan rohani. Penulis menyimpulkan bahwa istilah tarbiyah lebih luas maknanya, dan ta‟lim termasuk unsur di dalamnya. Walaupun istilah pendidikan tersebut di atas dapat dipahami secara berbeda, namun pada hakekatnya merupakan satu kesatuan dalam satu sistem yang utuh. Konsep dan teori kependidikan sebagaimana yang dibangun atau dipahami dan dikembangkan dari al-Qur‟an, mendapatkan justifikasi dan perwujudan secara operasional dalam proses pembudayaan dan pewarisan serta pengembangan ajaran agama, budaya dan peradaban Islam dari generasi ke generasi, yang berlangsung sepanjang sejarah umat Urgensi Civic education Dalam Bernegara Di berbagai negara termasuk Indonesia, pendidikan dijadikan sebagai sarana untuk membentuk warga negaranya baik. Melalui pendidikan kewarganegaraan, harapannya setiap warga negara menjadi warga yang baik. Istilah “pendidikan kewarganegaraan” dalam bahasa asing diterjemahkan dengan dua istilah, yaitu civic education dan citizenship education. Dari kedua istilah tersebut terdapat Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, Yoyakarta Teras, 2011, hal. 15. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2008, hal. 30. kandungan civic dan citizenship. Kata Civic, secara etimologis barasal dari masa Romawi yang pada waktu itu berbahasa Latin, yaitu “civis”, “civicus”, atau “civitas” yang artinya anggota atau warga dari suatu republik di zaman Romawi, sedangkan di zaman Yunani Athena diistilahkan polites, yaitu anggota dari polis negara kota, dan dalam bahasa Inggris diartikan citizen yang berarti warga. Kata Civics civic + s diterjemahkan sebagai ilmu kewarganegaraan. Huruf “s” yang terdapat pada kata civic menunjukkan sebuah ilmu, sama seperti economics atau politics. Civics adalah unsur dari ilmu politik yang berisi hak dan kewajiban warga negara. Civics sebagai bagian dari ilmu politik mengambil porsi dari ilmu politik, yaitu pada bagian demokrasi politik. Menurut Numan Soemantri, dalam penerbitan majalah “The Citizen” dan “Civics” pada tahun 1886, Hendry Randall Waite merumuskan Civics dengan “the science of citizenship” – the relation of man, the individual to man in organized collections – the individual in his relation to the state”. Dari definisi tersebut, istilah Civics dapat dirumuskan dengan Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir organisasi sosial, ekonomi, politik, dan individu-individu dengan negara. Dalam pengertian lain, Edmonson mendefinisikan Civics sebagai sebuah pelajaran yang membahas pemerintahan dan kewarganegaraan, hak dan kewajiban warga negara. Amerika Serikat merupakan negara perintis kegiatan akademis terkait pelajaran Civics. Menurut Creshore sebagaimana dikemukakan Numan Soemantri, untuk pertama kalinya pada tahun 1790 di Amerika Serikat mulai diperkenalkan mata pelajaran Civics sebagai mata pelajaran di sekolah. Tujuan diberikannya pelajaran Civics saat itu adalah untuk “meng-Amerikakan” bangsa Winarno, Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Isi, Strategi, dan Penilaian, Jakarta Bumi Aksara, 2014, hal. 1-2. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 155 Amerika atau terkenal dengan theory of Americanization. Pada perkembangannya, pengertian Civics bukan hanya meliputi hak dan kewajiban warga negara dan struktur pemerintahan saja, tetapi ditambah dengan materi kewarganegaraan yang berhubungan dengan kemasyarakatan atau lingkungan sosial community civics, prisip-prinsip ekonomi dalam pemerintahan economic civics, dan mata pencaharian vocational civics. Setelah mendapatkan pelajaran Civics, harapannya siswa memiliki keterampilan sosial, kompetensi warga negara, serta watak yang baik. Istilah Citizenship secara umum diterjemahkan dengan kewarganegaraan. Kewarganegaraan berarti seperangkat karakter sebagai warga. Kewarganegaraan menunjukkan keanggotaan dalam komunitas politik. Kewarganegaraan membawa implikasi pada kepemilikan hak untuk berpartisipasi dalam politik. Roger M. Smith sebagaimana dikutip Winarno mengidentifikasikan adanya empat makna dari kewarganegaraan. 1 A citizen is a person with plitical rights to participate in the processes of popular self-governance rights to vote; to hold elective appointive governmental offices; to serve on various sorts of juries; and to participate in political debates as equal community members, etc. 2 In modern world, citizenship is a more purely legal status. Citizens are people who are legally recognized as members of a particular, afficially sovereign political community. 3 In the last century, citizens refer to those who belong to almost any human association, whether a political community or some other groups neighborhood, fitness club, university and broader political community. 4 Citizenship signifies not just membership in some groups but certain standards of proper conducts Contributors, not free-riders, are considered “true citizens” of those bodies. Numan Soemantri, Metode Mengajar Civics, Jakarta Penerbit Erlangga, 1976, hal. 31. Berdasarkan pendapat M. Roger tersebut, maka kewarganegaraan dapat dipahami sebagai hak, yaitu hak politik untuk berpartisipasi dalam proses pemerintahan; sebagai status hukum, yang secara sah diakui sebagai anggota dari komunitas politik negara yang berdaulat; keanggotaan dari suatu komunitas, kewarganegaraan menunjuk pada asosiasi/keterikatan orang tidak hanya pada negara, tetapi juga komunitas lain seperti keluarga, klub, universitas, dan komunitas politik yang lebih luas lagi; dan seperangkat tindakan, artinya kewarganegaraan tidak hanya mengimplikasikan adanya keanggotaan, tetapi juga ketentuan-ketentuan dan perilaku warga negara. Bryan S Turner sebagaimana dikemukakan Sunarso menyatakan Citizenship as that set of practices judicial, political, economic, and cultural which as a consequence shape the flow of resources to person and social groups. Kewarganegaraan merupakan seperangkat praktik atau tindakan yang mencakup yudisial, politik, ekonomi dan budaya yang dapat menentukan seseorang sebagai anggota masyarakat yang kompeten, sebagai konsekuensinya membentuk aliran sumber daya kepada orang-orang dan kelompok-kelompok sosial. Apa yang dikemukakan oleh Turner ini bahwa konsep kewarganegaraan sebenarnya bukan semata-mata seperangkat hak yang bersifat pasif yang diberikan oleh negara pada warganya. Tetapi menurutnya kewarganegaraan merupakan seperangkat tindakan baik secara hukum, politik, ekonomi, dan budaya, yang dapat dilakukan warga sebagai anggota dari komunitas. Winarno, Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Isi, Strategi, dan Penilaian, Jakarta Bumi Aksara, 2014, hal. 3-4. Sunarso, “Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Studi terhadap Politik Pendidikan, dan Kurikulum, pada era Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2011, hal. 49. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 156 Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa menjadi warga negara tidak hanya sebatas anggota sebuah komunitas, tetapi memerlukan seperangkat karakter, perilaku, dan sikap yang muncul dari keanggotaan itu. Warga bukan hanya anggota suatu komunitas politik negara atau disebut warga negara, tetapi juga anggota dari komunitas lainnya. Para pakar membedakan makna dari istilah civic education dan citizenship education. Menurut John J. Cogan sebagaimana yang dikutip Winarno, civic education yaitu pendidikan kewarganegaraan dalam arti sempit, yaitu sebagai bentuk pendidikan formal, seperti mata pelajaran, mata kuliah, atau kursus di lembaga sekolah, universitas, atau lembaga formal lainnya. Sedangkan citizenship education mencakup tidak hanya sebagai bentuk formal pendidikan kewarganegaraan, tetapi bentuk-bentuk informal dan non formal pendidikan kewarganegaraan. Istilah civic education oleh Cogan dan Derricott sebagaimana yang dikemukakan Lili Halimah, mengacu kepada suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya. Sementara istilah citizenship education mencakup pengalaman belajar di sekolah maupun di luar sekolah, seperti yang terjadi di dalam lingkungan keluarga, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, dan dalam media yang membantunya untuk menjadi warga negara S Winataputera mengemukakan bahwa citizenship education lebih luas lagi cakupannya, artinya pendidikan kewarganegaraan bukan hanya diajarkan di Lili Halimah, “Harmonisasi Nilai Kosmopolitan dan Etnisitas Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pengaruhnya Terhadap Nasionalisme Siswa Penilitian Cross-Sectional Survey Pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2014, hal. 16. lembaga pendidikan formal saja seperti Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, tapi juga di luar sekolah baik yang berupa program penataran atau program yang lainnya yang berfungsi memfasilitasi proses pendewasaan atau pematangan sebagai warga negara yang cerdas dan baik. Istilah Civic Education diterjemahkan menjadi Pendidikan Kewarganegaraan memakai huruf besar diawal dan citizenship education diterjemahkan menjadi pendidikan kewarganegaraan semuanya dengan huruf kecil. Istilah Pendidikan Kewarganegaraan PKn menunjuk kepada suatu mata pelajaran, sedangkan pendidikan kewarganegaraan menunjuk pada kerangka konseptual sistemik program pendidikan untuk kewarganegaraan yang dapat ditulis dengan semuanya huruf besar atau huruf kecil. Dari penjelasan para pakar di atas terkait makna civic education dan citizenship education, penulis dapat menyimpulkan bahwa istilah citizenship education suatu konsep yang lebih luas di mana civic education termasuk bagian penting di dalamnya. Civic education bagian dari citizenship education. Pada tulisan ini, istilah pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya digunakan istilah yang lebih luas yaitu citizenship education yang mencakup pendidikan di lembaga pendidikan formal dalam hal ini di sekolah maupun di luar sekolah seperti penataran, seminar, workshop, dan pelatihan atau program lainnya yang sengaja dirancang untuk memfasilitasi proses pendewasaan atau pematangan sebagai warga negara yang cerdas dan baik. Udin S. Winataputra, “Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi”. Disertasi. Pascasarjana UPI, 2001, hal. 20-21. Masrukhi, “Manajemen Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pembangun Karakter Penelitian pada Beberapa Sekolah Dasar di Semarang”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, 2008, hal. 71. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 157 Setiap negara pasti menginginkan warga negaranya cerdas dan baik. Oleh karena itu, usaha setiap negara dalam rangka membina terhadap generasi mudanya menjadi warga negara yang baik menjadi perhatian utama. Menurut Dasim Budimansyah, tidak ada tugas yang lebih penting dari pengembangan warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Demokrasi dipelihara oleh warga negara yang mempunyai pengetahuan, kemampuan dan karakter yang dibutuhkan. Tanpa adanya komitmen yang benar dari warga negara terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi, maka masyarakat yang terbuka dan bebas, tak mungkin terwujud. Oleh karena itu, tugas bagi pendidik, pembuat kebijakan, dan anggota masyarakat madani civil society lainnya adalah mengkampanyekan atau mensosialisasikan pentingnya pendidikan kewarganegaraan kepada seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan jajaran pemerintahan. Pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya suatu upaya pemerintah untuk mendidik dan mengembangkan karakter warga negaranya sesuai dengan ideologi serta politik bangsanya. Menurut Sunarso, pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan politik yang memiliki tujuan bagaimana membina dan mengembangkan warga negara yang baik, yakni warga negara yang mampu berpartisipasi serta bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, kesadaran dan partisipasi warga negara Dasim Budimansyah, “Tantangan Globalisasi Terhadap Pembinaan Wawasan Kebangsaan dan Cinta Tanah Air di Sekolah”. Makalah dalam Seminar Bersama UPI-UPSI dengan tema “Pembinaan Warga Negara yang Cerdas dan Baik Smart and Good Citizen Pengalaman Indonesia dan Malaysia”, UPSI Malaysia, 14 April 2010, hal. 1. Sunarso, “Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Studi terhadap Politik Pendidikan, dan Kurikulum, pada era Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2011, hal. 52. yang dibangun dalam bidang hukum dan moral kepribadian warga negara yang utuh di masyarakat multikultur dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan dapat diselenggarakan di sekolah melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan maupun di luar sistem persekolahan, misalnya penyelenggaraan seminar terkait kebangsaan, diskusi publik terkait bela negara, dan lain sebagainya. Di sekolah, pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu bidang kajian dalam konteks pendidikan yang memiliki peran strategis untuk meningkatkan kembali wawasan kebangsaan, semangat nasionalisme, serta membentuk warga negara yang baik sesuai dengan falsafah bangsa dan konstitusi negara, sekaligus untuk menjawab tantangan perkembangan demokrasi dan integrasi nasional. Selain itu, pendidikan kewarganegaraan diselenggarakan untuk memupuk kesadaran bela negara, cara berpikir yang komprehensif integralistik dalam rangka ketahanan nasional untuk kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa dan negara. Kesadaran tersebut mencakup kecintaan kepada tanah air, kesadaran berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, serta keyakinan akan kebenaran falsafah negara. Kesadaran tersebut harus ada dalam jiwa warga negara, terlebih dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang tak bisa dilepaskan dari masalah-masalah seperti konflik yang terjadi pada sebuah negara yang masyarakatnya majemuk termasuk Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku, agama, ras, dan budaya. Satu sisi, kanekaragaman tersebut merupakan kekayaan sebuah bangsa, tetapi pada sisi lain dalam keanekaragaman tersebut terdapat potensi konflik yang dilatarbelakangi masalah identitas perbedaan agama, etnis, dan budaya. Konflik yang telah terjadi di beberapa wilayah merupakan akumulasi akan turunnya kesadaran cinta tanah air dan kerapuhan persatuan dan kesatuan Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 158 masyarakat. Menghadapi realita tersebut, disinilah urgensi pendidikan kewarganegaraan sebagai upaya strategis dalam membina dan membimbing masyarakat akan pentingnya kesatuan dan persatuan. Selain konflik, masalah terorisme pun menjadi ancaman bagi setiap negara. Adanya tragedi kemanusiaan yang disebabkan tindakan terorisme tentunya berdampak pada keamanan wilayah dalam sebuah negara. Salah satu sektor yang paling dirugikan atas dampak terorisme adalah sektor pariwisata. Negara yang menjadi korban atas tindakan terorisme akan merugi, oleh karenanya beberapa negara memberikan travel warning dengan alasan keamanan bagi warga negaranya. Salah satu upaya preventif dalam penanggulangan terorisme yaitu melalui pendidikan kewarganegaraan yang meliputi pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, pentingnya toleransi dan kerukunan dalam perbedaan, cinta tanah air, dan cinta damai. Dengan demikian pendidikan kewarganegaraan memiliki urgensi dalam membentuk warga negara yang baik secara individu maupun sosial. Globalisasi yang terus berkembang dan terjadi di hampir seluruh negara di dunia yang ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yaitu memberikan kemudahan dalam mengakses informasi penting terkait pekembangan dan peristiwa yang terjadi di dunia. Sedangkan dampak negatif dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi adalah tidak adanya batasan terkait informasi yang masuk silih berganti yang datangnya dari negara-negara lain. Melalui media informasi, ideologi dan gaya hidup hedonis, individualis, dan konsumtif di beberapa negara maju di Barat dapat mempengaruhi kebiasaan dan nilai-nilai dasar masyarakat Timur yang terkenal santun, religius, dan memiliki kolektivisme kuat. Dan pengaruh budaya luar apabila tidak disikapi dengan wawasan dan pemahaman yang benar akan menjadikan adanya kesalahan penafsiran yang dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan persepsi. Melihat fenomena yang terjadi yang dijelaskan di atas, maka peran pendidikan kewarganegaraan sangat strategis. Pendididikan kewarganegaraan bukan hanya dituntut untuk dapat menyiapkan generasi mudanya untuk menjadi warga negara yang baik. Namun, pendidikan kewarganegaraan juga harus bisa menyiapkan generasi mudanya menjadi generasi yang dapat berperan aktif dalam ranah global serta mampu memfilter pengaruh negatif globalisasi. Mengingat saat ini kita berada di era globalisasi yang memiliki kecenderungan terintegrasinya kehidupan masyarakat domestik ke dalam komunitas global. Menurut Sjoerd Karsten, ada tujuh kecenderungan global yang perlu diantisipasi oleh setiap negara, yaitu 1. Kesenjangan ekonomi antar negara akan semakin meluas secara signifikan; 2. Informasi teknologi secara dramastis akan mengurangi privasi individu; 3. Peningkatan perbedaan antara mereka yang memiliki dan tidak memiliki akses terhadap teknologi informasi; 4. Konflik kepentingan antara negara maju dan berkembang akan meningkat; 5. Biaya untuk memperoleh air bersih akan naik secara dramatis karena pertumbuhan penduduk dan kerusakan lingkungan; 6. Penggundulan hutan secara dramatis akan mempengaruhi keragaman kualitas hidup; 7. Pertumbuhan penduduk di negara berkembang akan menyebabkan peningkatan populasi terutama anak-anak yang hidup dalam Murdiono, “Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Wawasan Global Warga Negara Muda”. Dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan, No. 3 Edisi Oktober, Universitas Negeri Yogyakarta, 2014, hal. 350. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 159 Global Citizenship Social Responsibility Global Competence Global Civic Permasalahan-permasalahan global yang dialami suatu negara dan lintas negara perlu pemecahan. Disinilah urgensi pendidikan kewarganegaraan yang memiliki peran strategis dalam membangun wawasan global warga negara. Pendidikan kewarganegaraan tidak sebatas mempelajari hak dan kewajiban warga negara, melainkan lebih luas dan mendalam termasuk mempersiapkan warga negara menjadi warga global. Pendidikan kewarganegaraan membekali peserta didik di sekolah dengan pengetahuan isu-isu global, budaya, lembaga dan sistem internasional. Sehingga lewat pendekatan tersebut, maka peserta didik akan mampu memfilter pengaruh global yang negatif, lebih hati-hati, teliti, dan bertanggung jawab. Menurut Morais dan Ogden, ada tiga dimensi yang dapat dikembangkan sebagai upaya mempersiapkan warga negara global yang baik dalam pembelajaran pendidikan di sekolah, yaitu tanggung jawab sosial, kompetensi global, dan keterlibatan dalam kewargaan penjelasannya 1. Tanggung jawab sosial social responsibility Tanggung jawab sosial dimaknai sebagai tingkat kesadaran saling ketergantungan dan kepedulian sosial kepada orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Siswa dilatih untuk saling menghormati perbedaan budaya lintas negara, serta dilatih mengembangkan tanggung jawab sosial dengan cara ikut serta mengevaluasi masalah-masalah sosial dan mengindentifikasi kasus atau contoh-contoh ketidakadilan dan kesenjangan global. 2. Kompetensi global global competence Kompetensi global diartikan sebagai kemampuan memiliki pikiran yang terbuka dan secara aktif berusaha Morais dan Ogden, “Initial Development and Validation of the Global Citizenship Scale”. Dalam Journal of Studies in International Education No. 15, 2011, hal. 447. memahami norma-norma budaya orang lain dan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan berkerja secara efektif. 3. Keterlibatan dalam kewargaan global global civic engagement Keterlibatan dalam kewargaan global dimaknai sebagai tindakan dan atau kecenderungan untuk mengenali masalah-masalah kemasyarakatan baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun global dan menanggapinya melalui tindakan seperti kesukarelaan, aktifitas politik, dan partisipasi masyarakat. Global citizenship conceptual model oleh Morais dan Ogden Tiga dimensi global yang telah dijelaskan di atas, menjadi nilai-nilai dasar yang penting untuk dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan global. Akhirnya, pendidikan kewarganegaraan bukan hanya memberikan pemahaman sebagai warga negara dalam suatu masyarakat. Tetapi juga memberikan pemahaman akan peranan sebagai warga negara sebagai warga global yang cerdas dan baik. Pembangunan sebuah negara baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh partisipasi warga negaranya. Oleh karena itu, melalui pendidikan kewarganegaraan dapat merangsang dan menumbuhkan Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 160 partisipasi aktif warga negara dalam pembangunan negara. Pendidikan kewarganegaraan memiliki misi menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam memahami kebutuhan pembangunan, permasalahan pembangunan, dan pelaksanaan pembangunan. Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di tiap-tiap negara memiliki tujuan masing-masing sesuai dengan sistem nilai dan sistem politik yang dianut oleh suatu negara. Tujuan memegang peranan yang sangat penting, karena akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen lainnya. Agar jelas dan terarah, maka tujuan pendidikan kewarganegaraan harus didasari oleh nilai-nilai dalam falsafah sebuah negara, serta mengakomodir perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Yang menjadi objek dalam kajian pendidikan kewarganegaraan adalah warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, sosial ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Oleh karenanya, tujuan akhir dari pendidikan kewarganegaraan adalah terbentuknya warga negara yang baik a good citizen. Ada beberapa pendapat para ahli terkait tujuan pendidikan kewarganegaraan, di antaranya Pengertian warga negara yang baik pada masa-masa lalu lebih diartikan sesuai dengan tafsir penguasa. Pada masa Orde Lama, warga negara yang baik adalah warga negara yang berjiwa “revolusioner”, anti imperialisme, kolonialisme, dan neo kolonialisme. Pada masa Orde Baru, warga negara yang baik adalah warga negara yang Pancasilais, manusia pembangunan dan sebagainya. Sejalan dengan visi Pendidikan Kewarganegaraan era Reformasi, misi mata pelajaran ini adalah meningkatkan kompetensi siswa agar mampu menjadi warga negara yang berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan negara yang demokratis. Sunarso, “Warga Negara dan Pendidikan Kewarganegaraan Kajian Konsep dan Sejarahnya”. Hasil Penelitian. Universitas Negeri Yogyakarta, 2009, hal 22. 1. Menurut David Kerr, tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah preparation of young people for their roles an responsibilities as citizens mempersiapkan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara.2. Menurut Numan Soemantri, tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah mendidik warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan warga negara yang patriorik, toleran, loyal terhadap bangsa dan negara, beragama, dan Udin S Winataputra, di Indonesia secara holistik pendidikan kewarganegaraan bertujuan agar setiap warga negara muda young citizens memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan moral Pancasila, nilai dan norma Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, nilai dan komitmen Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen bernegara kesatuan Republik Indonesia. Menurutnya, pendidikan kewarganegaraan harus dirancang dalam konteks pengembangan kecerdasan kewarganegaraan civic intelligence yang secara psikososial tercermin dalam penguasaan pengetahuan kewarganegaraan civic knowledge, perwujudan sikap kewarganegaraan civic dispositions, penampilan keterampilan kewarganegaraan civic skills, pemilikan komitmen kewarganegaraan civic commitment, pemilikan keteguhan kewarganegaraan civic confident, dan penampilan kecakapan kewarganegaraan civic competence yang kesemuanya itu memancar dari dan mengkristal kembali menjadi kebajikan/keadaban kewarganegaraan civic virtues/civility. Keseluruhan kemampuan itu merupakan David Kerr, “Citizenship Education In The Curriculum An International Review”. Dalam The School Field, Volume X No 3-4, London, National Foundation for Educational Research-NFER, hal. 6. Numan Soemantri, Metode Mengajar Civics, Jakarta Penerbit Erlangga, 1976, hal. 28. Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 161 pembekalan bagi setiap warga negara untuk secara sadar melakukan partisipasi kewarganegaraan civic participation sebagai perwujudan dari tanggung jawab kewarganegaraan civic responsibility.Belajar dari apa yang dilakukan bangsa-bangsa lain dalam pendidikan kewarganegaraannya, upaya serupa telah dilakukan di Indonesia. Tujuan pendidikan kewarganegaraan di antaranya dalam rangka meng-Indonesia-kan bangsa Indonesia. Sebab meskipun secara yuridis formal seseorang sebagai warga negara Indonesia WNI tetapi bisa saja karakternya bukan sebagai bangsa Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah meng-Indonesia-kan orang Indonesia dari berbagai aspek, baik sosial maupun budaya. Sebagai bangsa yang majemuk diharapkan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat dibina warga negara yang memahami dan melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai warga Winarno, secara komprehensif integralistik, tujuan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diberikan kepada peserta didik sebagai berikut1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menaggapi isu kewarganegaraan; 2. Berpatisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi; Udin S Winataputra, “Dinamika Aktual Tentang Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks Kurikulum 2013”. Makalah dalam Seminar Nasional PKn-AP3KnI, 2014, hal. 4-5. Sunarso, “Warga Negara dan Pendidikan Kewarganegaraan Kajian Konsep dan Sejarahnya”. Penelitian. Universitas Negeri Yogyakarta, 2009, hal 22. Winarno, “Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan Standar Isi dan Pembelajarannya”. Jurnal Civics Volume 3 No. 1 Juni 2006, hal. 29. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dari uraian terkait tujuan pendidikan kewarganegaraan yang dilaksanakan di sekolah maupun luar sekolah, penulis dapat menyimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan kewarganegaraan bertujuan membentuk warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan tentang hak dan kewajibannya sebagai seorang warga negara, keterampilan kewarganegaraan yang mampu berpartisipasi dalam urusan kenegaraan, dan memiliki sikap/nilai kewarganegaraan sesuai dengan ideologi negaranya. C. KESIMPULAN Kedudukan pendidikan kewarganegaraan sangat strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut guna mempersiapkan warga negara yang baik sesuai dengan ideologi bangsa tersebut. Di Indonesia, pendidikan kewarganegaraan telah diselenggarakan dimulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Setelah mengikuti pendidikan tersebut, harapannya peserta didik mampu melaksanakan apa yang menjadi kewajiban setiap warga negara dan apa yang menjadi hak setiap warga negara. DAFTAR PUSTAKA Anis, Ibrahim. al-Mu’jam al-Wasit, Jakarta Angkasa, 1972. Budimansyah, Dasim. “Tantangan Globalisasi Terhadap Pembinaan Wawasan Kebangsaan dan Cinta Tadarus Tarbawy. Vol. 1 No. 2 Jul – Des 2019. ISSN. 2657-1285 e-ISSN. 2656-8756 162 Tanah Air di Sekolah”. Makalah dalam Seminar Bersama UPI-UPSI dengan tema “Pembinaan Warga Negara yang Cerdas dan Baik Smart and Good Citizen Pengalaman Indonesia dan Malaysia”, UPSI Malaysia, 14 April 2010. Halimah, Lili. “Harmonisasi Nilai Kosmopolitan dan Etnisitas Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pengaruhnya Terhadap Nasionalisme Siswa Penilitian Cross-Sectional Survey Pada Siswa Sekolah Menengah di Kota Cimahi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2014. Kerr, David. “Citizenship Education In The Curriculum An International Review”. Dalam The School Field, Volume X No 3-4, London, National Foundation for Educational Research-NFER. Masrukhi. “Manajemen Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pembangun Karakter Penelitian pada Beberapa Sekolah Dasar di Semarang”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, 2008. Morais, dan Ogden. “Initial Development and Validation of the Global Citizenship Scale”. Dalam Journal of Studies in International Education No. 15, 2011. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2008. Murdiono, Mukhamad. “Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Wawasan Global Warga Negara Muda”. Dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan, No. 3 Edisi Oktober, Universitas Negeri Yogyakarta, 2014. Nafis, Muhammad Muntahibun Nafis. Ilmu Pendidikan Islam, Yoyakarta Teras, 2011. Al-Razi, Fakhru. Tafsr Fakhru al-Râzi, Teheran Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, Soemantri, Numan. Metode Mengajar Civics, Jakarta Penerbit Erlangga, 1976. Sunarso. “Warga Negara dan Pendidikan Kewarganegaraan Kajian Konsep dan Sejarahnya”. Penelitian. Universitas Negeri Yogyakarta, 2009. Sunarso. “Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Studi terhadap Politik Pendidikan, dan Kurikulum, pada era Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi”. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2011. Winarno. “Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan Standar Isi dan Pembelajarannya”. Jurnal Civics Volume 3 No. 1 Juni 2006. Winarno. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Isi, Strategi, dan Penilaian, Jakarta Bumi Aksara, 2014. Winataputra, Udin S. “Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi”. Disertasi. Pascasarjana UPI, 2001. Winataputra, Udin S. “Dinamika Aktual Tentang Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks Kurikulum 2013”. Makalah dalam Seminar Nasional PKn-AP3KnI, 2014. ... PKn menjadi kajian yang luas tidak terbatas sebagai pembelajaran di sekolah saja, tetapi juga dalam masyarakat umum, baik sebagai pendidikan demokrasi bagi masyarakat, maupun menjadi kajian dalam menganalisis dan merefleksikan dinamika, fenomena, realitas yang terjadi dimasyarakat. Cogan Mukhtarom, Arwen, & Kurniyati, 2019 menjelaskan terdapat perbedaan makna antara civic education dan citizenship education, khususnya pada ruang lingkup kajiannya, civic education merupakan PKn dalam arti sempit atau PKn dalam bentuk pendidikan formal sekolah, sedangkan citizenship education adalah PKn dalam arti yang luas, sebagai bentuk pendidikan non formal pendidikan bagi masyarakat Geboers, Geijsel, Admiraal, & Ten Dam, 2013. ...Bambang YuniartoMarwah Lama’atushabakhMaryanto MaryantoAmar HabibiLatar Belakang Di Indonesia, isu pendidikan menjadi isu sentral dan bahkan diamanatkan oleh konstitusi untuk menjadi priotitas utama dalam anggaran belanja negara. Semua komponen mempunyai andil yang penting, tidak terkecuali kurikulum yang mana dapat dikatakan penyangga utama dalam sebuah proses belajar mengajar. Beberapa pakar bahkan mengatakan bahwa kurikulum merupakan jantung bagi pendidikan, baik buruknya hasil pendidikan ditentukan oleh kurikulum, apakah mampu membangaun kesadaran kritis terhadap peserta didik ataukah tidak. Tujuan untuk mengamati pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kehasan, kondisi, potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Metode Jenis metode yang akan digunakan oleh penulis adalah studi Pustaka. Studi kepustakaan merupakan segala upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan suatu data informasi yang relevan dengan topik atau permasalahan yang diangkat. Hasil Kebijakan kampus merdeka, yang salah satu tataran praksisnya, difokuskan pada kegiatan akademik atau pembelajaran. Tentu perlu dianalisis dan dielaborasikan melalui pendekatan keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga meminimalisir terjadinya ketimpangan antara cita-cita dan realitas. Dalam konteks pembelajaran pada kebijakan kampus merdeka, sesungguhnya lebih mengarah pada upaya memberikan peluang lebih, agar mahasiswa menguasai disiplin ilmu yang beragam. Tujuan pembelajaran Pendidikan Kewaganegaraan, pada era modern saat ini, perlu mengakomodir terbentuknya daya literasi digital, kreatifitas, inovasi, dan sifat kritis peserta didik. Kesimpulan Perkembangan kurikulum PPKn di Indonesia berkembang secara dinamis ini pada prinsipnya disesuaikan dengan kebutuhan serta visi-misi dari pemerintah yang mempengaruhi dalam pembentukan kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia. Tetapi dalam pelaksanaannya terdapat kekuatan yang menjadi fondasi dalam pelaksanaan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yaitu Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, politik, hukum, nilai, moral, kearifan lokal, dan kebhinekaan dalam berkebudayaan.... Kata civics civic+s diterjemahkan sebagai ilmu kewarganegaraan. Hu menunjukkan sebuah ilmu, sama seperti economics atau politics Mukhtarom, Arwen, & Kurniyati, 2019. PPKn sering juga disebut PKn atau pendidikan civic, yang membahas tentang kewarganegaraan, moral, norma, hukum, budi pekerti dan lain-lain Fauzi, Arianto, & Solihatin, 2013. ...This research discusses the importance of civics education in the digital era to support character strengthening for society. The method used in this study is to use the literature review method, namely by collecting, analyzing, and reading from various reference sources. References come from books and journals. Journal source search using electronic media. The subject of this research is more focused on the community. The results of the study showed that the influence of digital development as a result of the industrial revolution had a very significant impact on society. To support the increasingly vigorous development of technology in society, it is necessary to strengthen character through citizenship education. The important role of civics education is currently being focused on considering that there are many outstanding cases due to a decline in morale among the people. Strengthening character education in the digitalization era is very important for the community to foster a much better moral attitude and not be easily carried away by the negative currents of the digitalization era. Due to the influence of technological developments in the current era, it has had a significant impact on everyday life. And if it is not balanced with strengthening the character of each individual, they will be carried away by the free flow of digitalization without ini membahas tentang pentingnya pendidikan kewarganegaraan di era digital untuk mendukung penguatan karakter bagi masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode literatur review yaitu dengan mengumpulkan, menganalisis, membaca sumber referensi. Referensi bersumber dari buku, dan jurnal. Pencarian sumber jurnal menggunakan media elektronik. Subjek penelitian ini adalah lebih difokuskan kepada masyarakat. Hasil penelitian diperoleh bahwa pengaruh perkembangan digital akibat dari revolusi industri sangat signifikan pengaruhnya terhadap masyarakat. Untuk mendukung perkembangan teknologi yang semakin gencar di masyarakat maka diperlukan adanya penguatan karakter melalui pendidikan kewarganegaraan. Peran penting pendidikan kewarganegaraan menjadi hal yang difokuskan saat ini mengingat banyak kasus yang beredar akibat penurunan moral di kalangan masyarakat. Penguatan pendidikan karakter di era digitalisasi sangat penting bagi masyarakat untuk menumbuhkan sikap moral yang jauh lebih baik dan tidak mudah terbawa arus negatif era digitalisasi. Dikarenakan pengaruh dari perkembangan teknologi di era sekarang ini telah banyak memberikan dampak signifikan bagi kehidupan sehari-hari. Apabila tidak di imbangi dengan adanya penguatan karakter pada diri masing- masing individu akan terbawa arus digitalisasi yang bebas tanpa batas.... PKn menjadi kajian yang luas tidak terbatas sebagai pembelajaran di sekolah saja, tetapi juga dalam masyarakat umum, baik sebagai pendidikan demokrasi bagi masyarakat, maupun menjadi kajian dalam menganalisis dan merefleksikan dinamika, fenomena, realitas yang terjadi dimasyarakat. Cogan Mukhtarom, Arwen, & Kurniyati, 2019 menjelaskan terdapat perbedaan makna antara civic education dan citizenship education, khususnya pada ruang lingkup kajiannya, civic education merupakan PKn dalam arti sempit atau PKn dalam bentuk pendidikan formal sekolah, sedangkan citizenship education adalah PKn dalam arti yang luas, sebagai bentuk pendidikan non formal pendidikan bagi masyarakat Geboers, Geijsel, Admiraal, & Ten Dam, 2013. ...Bambang YuniartoMarwah Lama’atushabakhMaryanto MaryantoAmar HabibiLatar Belakang Di Indonesia, isu pendidikan menjadi isu sentral dan bahkan diamanatkan oleh konstitusi untuk menjadi priotitas utama dalam anggaran belanja negara. Semua komponen mempunyai andil yang penting, tidak terkecuali kurikulum yang mana dapat dikatakan penyangga utama dalam sebuah proses belajar mengajar. Beberapa pakar bahkan mengatakan bahwa kurikulum merupakan jantung bagi pendidikan, baik buruknya hasil pendidikan ditentukan oleh kurikulum, apakah mampu membangaun kesadaran kritis terhadap peserta didik ataukah tidak. Tujuan untuk mengamati pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kehasan, kondisi, potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Metode Jenis metode yang akan digunakan oleh penulis adalah studi Pustaka. Studi kepustakaan merupakan segala upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan suatu data informasi yang relevan dengan topik atau permasalahan yang diangkat. Hasil Kebijakan kampus merdeka, yang salah satu tataran praksisnya, difokuskan pada kegiatan akademik atau pembelajaran. Tentu perlu dianalisis dan dielaborasikan melalui pendekatan keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga meminimalisir terjadinya ketimpangan antara cita-cita dan realitas. Dalam konteks pembelajaran pada kebijakan kampus merdeka, sesungguhnya lebih mengarah pada upaya memberikan peluang lebih, agar mahasiswa menguasai disiplin ilmu yang beragam. Tujuan pembelajaran Pendidikan Kewaganegaraan, pada era modern saat ini, perlu mengakomodir terbentuknya daya literasi digital, kreatifitas, inovasi, dan sifat kritis peserta didik. Kesimpulan Perkembangan kurikulum PPKn di Indonesia berkembang secara dinamis ini pada prinsipnya disesuaikan dengan kebutuhan serta visi-misi dari pemerintah yang mempengaruhi dalam pembentukan kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia. Tetapi dalam pelaksanaannya terdapat kekuatan yang menjadi fondasi dalam pelaksanaan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yaitu Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, politik, hukum, nilai, moral, kearifan lokal, dan kebhinekaan dalam has not been able to resolve any references for this publication. salahsatu bentuk pendidikan karakter yang dikembangkan secara sistematis dan sistemik. Dalam konteks itu pendidikan kewarganegaraan tidak bisa dipisahkan dari kerangka kebijakan nasional pembangunan bangsa dan karakter. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan atau Civic Education adalah program pendidikan
To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the author.... If England's identity was seen to rest in the diversity of landscapes, cultures and regional identities, the Cotswolds could be identified as the 'best of England' because of, not in spite of, its apparent difference from other regions Brace, C. 1999 Hasil diatas selaras dengan apa yang disampaikan oleh Kerr 1999 tentang konsep pendidikan kewarganegaran pertama, pendidikan tentang kewarganegaraan yang berfokus untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang sejarah nasional, struktur, dan proses serta kehidupan politik pada pemerintahan. Kedua, pendidikan melalui kewarganegaraan mengajak siswa untuk terlibat langsung dengan melakukan kegiatan dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran disekolah. ...... Sedangkan jatidiri "citizenship education" model UK yang menggunakan perspektif internasional Kerr, 1999, termasuk model "thick citizenship education" yang memiliki visi maksimum yakni "Education FOR Citizenship" dengan modus "across curriculum". Pendidikan kewarganegaraan tidaklah secara khusus sebagai suatu mata pelajaran atau suatu topik, melainkan secara sistemik dimasukkan ke dalam keseluruhan tatanan kurikulum dengan memasukkannya ke dalam mata pelajaran yang ada Winataputra, US. 2015 67. ...... Inggris yang di dalam perspektif internasionalKerr, 1999 termasuk model "thick citizenship education" yang memiliki visi maksimum yakni "Education FOR Citizenship" dengan modus "across curriculum".Analisis Perbandingan dan Beberapa PenemuanSetelah diuraikan tentang latar belakang dan kurikulum pendidikan kewarganegaraan di dua negara yaitu Korea Selatan dan Inggris. Dari keempat fokus kajian terdapat beberapa perbedaan dan persamaan yang dirangkum pada tabel 1. Perbandingan Pendidikan Kewarganegaraan Korea Selatan dan Inggris ...Fatikha FauziahPendidikan diyakini berperan penting dalam memajukan peradaban bangsa. Hampir setiap negara menanamkan kewarganegaraan melalui pendidikan dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh perkembangan sejarah, ekonomi, identitas nasional, dan budaya setiap negara. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pendidikan kewarganegaraan di Korea Selatan dan Inggris dengan menggali atribut yang melatarbelakanginya. Kedua negara dipilih karena memiliki kesebandingan yakni maju dalam bidang industry. Hasil telaah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kurikulum pendidikan kewarganegaraan di kedua negara. Inti dari pendidikan kewarganegaraan civic virtue di Korea Selatan berasal dari budaya dan keyaninan, yakni budaya konfusianisme dan agama leluhur. Sedangkan, inti pendidikan kewarganegaraan di Inggris berasal dari sejarah dan ideologinya. Kata kunci Pendidikan kewarganegaraan, Korea Selatan, Inggris... En correspondencia con lo planteado, en la literatura sobre el tema se pueden encontrar dos clasificaciones claramente diferenciadas de formación ciudadana, las que pueden ser asumidas en los procesos formativos, en este sentido, el enfoque maximalista Kerr, 1999 que se relaciona con la construcción de una comunidad política y nacional que se sustenta en la memoria colectiva con valores y proyectos compartidos Magendzo y Pávez, 2016;Giroux, 2003, lo que implica la participación en acciones orientadas al bien común, que funden una sociedad más justa e inclusiva de minorías. En contraposición a lo anterior, el enfoque minimalista Kerr, 1999 y técnico que la sitúa en la educación cívica, la aparta del compromiso político y se corresponde con el individualismo que debilita los vínculos entre las personas. ...... En correspondencia con lo planteado, en la literatura sobre el tema se pueden encontrar dos clasificaciones claramente diferenciadas de formación ciudadana, las que pueden ser asumidas en los procesos formativos, en este sentido, el enfoque maximalista Kerr, 1999 que se relaciona con la construcción de una comunidad política y nacional que se sustenta en la memoria colectiva con valores y proyectos compartidos Magendzo y Pávez, 2016;Giroux, 2003, lo que implica la participación en acciones orientadas al bien común, que funden una sociedad más justa e inclusiva de minorías. En contraposición a lo anterior, el enfoque minimalista Kerr, 1999 y técnico que la sitúa en la educación cívica, la aparta del compromiso político y se corresponde con el individualismo que debilita los vínculos entre las personas. ...... Se evidencia que los líderes educativos presentan diferentes aproximaciones al concepto formación ciudadana FC, las que, a su vez, están mediadas por distintos factores. Así se refleja en las entrevistas, las que recogen una concepción de la FC relacionada con el componente cívico y a la vez vinculante con la educación cívica, quedando la formación ciudadana relegada a un plano principalmente disciplinario lo que se podría definir desde una postura más técnica y minimalista Kerr, 1999, donde lo importante son los contenidos de la FC relacionados con el conocimiento del funcionamiento de las instituciones del Estado ...El artículo indaga en las concepciones explícitas de los equipos directivos respecto de la formación ciudadana y su implicancia en el ejercicio del liderazgo escolar en centros educativos de la región de La Araucanía Chile. La relevancia del estudio se enmarca en la promulgación de la Ley de Formación Ciudadana en los establecimientos educativos. La investigación adopta un enfoque cualitativo con un diseño exploratorio, que permite un primer acercamiento al objeto de estudio aportando evidencia al campo de la formación ciudadana. Se entrevistaron directivos de diez establecimientos educacionales. Los resultados muestran que existen diferentes concepciones y aproximaciones a la formación ciudadana y que estas se orientan en la comprensión del constructo, la formación de la persona y su relación con la convivencia en sociedad, los valores, el territorio y la cultura.... Although there has been global revitalization of interest for CEE, since the 1990s, many studies pointed out that there is a substantial mismatch between rhetoric policy and school reality of Civics and Ethical Education and consequently, the desire of nations to cultivate good citizens is not adequately materialized Kerr, 1999;Alan and Andrew, 1996;MOE, 2006;MOE, 2007. For instance, after conducting a research on the status of citizenship education in sixteen countries, Kerr 1999 concluded that the ways schools and teachers manage and implement the curriculum of citizenship education in many countries contradict with their national curriculum policies. ...... Although there has been global revitalization of interest for CEE, since the 1990s, many studies pointed out that there is a substantial mismatch between rhetoric policy and school reality of Civics and Ethical Education and consequently, the desire of nations to cultivate good citizens is not adequately materialized Kerr, 1999;Alan and Andrew, 1996;MOE, 2006;MOE, 2007. For instance, after conducting a research on the status of citizenship education in sixteen countries, Kerr 1999 concluded that the ways schools and teachers manage and implement the curriculum of citizenship education in many countries contradict with their national curriculum policies. This was well observed in many schools of Hungary, Japan and Korea Ibid. ...... However, these studies lack consistency concerning the cause/s and degree of this gap. For example, the major factor according to Kerr 1999 was the attempt of the cUlTiculum policy makers to bring a drastic change in teacher attitude and classroom practice in a relatively short period. Alan and Andrew 1996 on the other hand contend that the maj or factors that attributed for rhetoric -practice gap were more of school/teacher related. ... Mulugeta Yayeh WorkuThe purpose of this study was to describe and understand the implementation process of civic and ethical education curriculum, from different perspectives of practitioners in Nigus Tekle Haimanot primary school. To this end, much consideration was given for the investigation of practitioners’ conception and attitudes, school ethos and strategies, the involvement of stakeholders, instructional strategies, and the availability and utilization of instructional materials in relation to the implementation of the curriculum of civic and ethical education. In view of that, a qualitative case study research based on the assumptions of the interpretive/constructivist research paradigm was employed to investigate and understand the issues indicated above. Twelve research participants, from Civic and Ethical Education teachers, principals, non-Civic and Ethical Education teachers and students of the school were selected through a purposeful criterion-based sampling. In the two months time fieldwork, in-depth/unstructured interview, observation and document analysis were used as data gathering mechanisms. Then, the qualitative data was analyzed under three major categories and nine interpretive themes using an adapted five-phase analysis model. Consequently, it was found out that the curriculum of Civic and Ethical Education was in the process of implementation’ with out adequately addressing the required implementation variables. Many of the issues stressed in the curriculum policy of Civic and Ethical Education were not given that much consideration in the implementation process of the subject. Stated in another way, the discrepancy between the rhetoric policy and actual realty of Civic and Ethical Education, in the school studied, was found to be substantial. Thus, practitioners’ efforts in cultivating responsible, committed, ethical and democratic citizens good citizens, was found to be entangled with numerous challenges. Therefore, it has been implied that a concerted work that aimed at clarifying the essence and significance of Civic and Ethical Education, establishing enabling school environments and capacitating school practitioners vis-à-vis the implementation of Civic and Ethical Education be carried out by all concerned bodies.... Although there has been global revitalization of interest for citizenship education, the aspiration of nations to foster desirable societal values on their students has not been adequately materialized Sharma, 2006;Kerr, 1999;Alan and Andrew, 1996. The factors that attributed for this problem were different. ...... In this regard, Alan and Andrew 1996 contend that teachers" passive conception of citizenship, their emphasis on rote learning, their reluctance to deal with controversial public issues, and so forth were major obstacles in the process of fostering societal values through citizenship education. Kerr 1999 also uncovered that schools and teachers manage and implement the curriculum of citizenship education not in line with what they were expected to do. Besides, Gardner, Cairns, and Lawton 2000 explored that teachers were uncomfortable to teach citizenship education, because they felt that citizenship was a value-laden concept and as a result inappropriate to impose on multi-cultural classrooms. ...... There are different approaches/models of Citizenship Education. The general approaches, however, according to Alan and Andrew 1996 and Kerr 1999 are values-explicit and values implicit citizenship education. The values-explicit Citizenship Education emphasizes a major role for education through the school and the formal curriculum. ... Mulugeta Yayeh WorkuCitizenship education is universally recognized as an invaluable approach in building up good citizenship. As a result, it has become the principal concern of the education system of many countries particularly as of the 1990s. In Ethiopia, citizenship education Civics and Ethical Education has embraced a central position in the country’s education system. Nevertheless, many studies conducted on civics and ethical education, both at national and international levels, indicated that the aspiration of nations to buildup good citizens through formal citizenship education has not been satisfactorily achieved due to the prevalence of different problems. One of such problems is the inability of grassroots level practitioners to employ appropriate strategies in the implementation stage of the subject. Hence, this article deals with this problem with the aim of illuminating some important thoughts for its grassroots level practitioners. To that end, strategies that should accompany the teaching learning process of Civics and Ethical Education, both at the classroom and outside the classroom, are fairly dealt with. These include the establishment of democratic school organization and administration, flexible curriculum and timetable, the meaningful involvement of all actors of Civics and Ethical Education, the utilization of democratic, deliberative, participatory and dynamic teaching-learning methods in classrooms and experiential learning whole school events and community service learning outside classrooms.... No task is more important than the development of responsible, effective, and educated citizens Branson, 1998. Citizenship education is broadly formulated covering the process of preparing the younger generation to take on roles and responsibilities as citizens, and in particular, the role of education is included in schooling, teaching, and learning in the process of preparing citizens Kerr, 1999. Based on the above description, research on strengthening the value of honesty through Anticorruption Education in schools is carried out to discuss anti-corruption education that has been implemented by schools, driving factors and inhibiting the application of anticorruption education in schools, and solutions carried out to overcome obstacles in the implementation of anti-corruption education in schools. ...... Good character is the goal to be achieved from Pancasila and Citizenship Education. Concerning the purpose of Pancasila and Citizenship Education who want to form the good character of citizens, then a Pancasila and Citizenship Education teacher is the spearhead of Pancasila and Citizenship Education learning in school must be able to educate values, morals, and character to its learners Kerr, 1999;Lickona, 2009;Patrick & Leming, 2001 The purpose of Pancasila and Citizenship Education is in line with the vision of the school's mission that always applies the values of character education, one of which is the character of honesty. Through Pancasila and Citizenship Education teachers who always prioritize the value of honesty in the school environment, namely being honest in repeats, midterm assessments, and end-of-semester assessments are expected when the learners plunge into the community can maintain the good name of the school. ...... Electing representatives who will change the law or compel observance of the law is insufficient to address the most pressing challenges facing humanity. Problems such as environmental pollution, discrimination of minority groups, respect for diversity, poverty and unemployment require dedicated daily efforts to improve the quality of life of individuals and entire societies Kerr, 1999. At present, citizenship is closely associated with daily activities and the promotion of personal welfare. ...... Citizenship education Kerr, 1999 is conceptualized as a continuum of approaches from a narrow approach through the teaching of civics in content-and knowledge-based fashion to a broader interpretation through citizenship education as active citizenship. The last-mentioned approach is one of the key educational goals for the new century competencies for students Almeida et al., 2017. ...After World War II, Hungary was a Soviet satellite state for decades. 1989 marked the start of a democratic and pluralistic era. In the last decade, as in many of the post-Soviet countries, a new model, so-called illiberal democracy, has emerged in Hungary. This chapter focuses on answering the following questions. How do young Hungarians who were born after the regime change participate in society? Do they follow the passive behaviour patterns of their parents, or are they more open to civic participation? How do they evaluate Hungarian illiberal democracy? Is there any connection between their civic activity and evaluation of democracy? In order to address these questions, young people’s perceptions of the status of democracy are examined based on the V-Dem Report Lührmann et al., 2018 report using key indicators. Their citizenship activity is analysed using the Citizenship Behaviour Questionnaire CBQ. Which comprises four sub-dimensions social, political, action for change and personal activity. A total of 377 students, from different universities, participated in the study. Outcomes reveal the crucial problems of democracy as seen by young Hungarians – the expanding political control over the media and the antidemocratic ways parties try to get more votes. Students seem more interested in semi-active and personal forms of activities than passive citizenship although passive citizenship behaviour is associated with all the democracy dimensions. Students scoring high on passive citizenship statements perceive the status of democracy to be better. Similarly, semi-active citizenship activity negatively correlates with Freedom of Speech and Action, Election Honesty and Democracy in general.... The complex and contested nature of citizenship has led to different ways of approaching it over time. This has also been reflected on how citizenship education has been defined and approached Kerr, 1999;Torney-Purta et al., 1999. ...... On the other hand, leading students through a path of discovery that start from everyday place or situations, allows them to become familiar with the values and principles of the democratic process and to understand the meaning and usefulness of citizenship itself. In doing so, traditional citizenship education give way to an education for/through citizenship» Kerr, 1999;Keating 2009 that aims to equip students with the knowledge, values, and attitudes necessary to effectively participate in the civic sphere, allowing them to be treated as citizens right now, rather than seeing school only as a place of preparation for adulthood. Fondaca's experience reinforces the idea that experiential learning, linked to a precise thematization of citizenship, in which the emphasis is on its daily appliances, could encourage learning processes increasing civic competencies and promoting the development of stances on citizenship. ...The operational guidelines of the National Strategies and the 2030 European Agenda for Sustainable Development towards educational activities underline the importance of fostering creative, inclusive, and positive communities in resilient territories; for an educational action-oriented towards social sustainability development and well-being. In these novel scenarios, care management and educational responsibilities become strategic assets for the future of civil society, capable of supporting the challenges in contrast to the current educational poverty. The generative’ action requires a holistic transdisciplinary intervention conceived in the Deweyan perspective of learning by doing. In this sense, we present the Association of Responsible Adults for a United Territory against Risk ARTUR and its Laboratories for Adolescents and their Needs ARTUR LAB. The ARTUR aims to implement pedagogic interventions to ensure the timing and effectiveness of education in territories at risk of adolescents’ antisocial behaviour. The ARTUR LAB are workshops that guide adolescents to think and act according to ethical and moral society principles. The activities are divided into indoor’ and outdoor’ modules and are built around sports, arts and active citizenship activities, all linked to the 4C risk prevention models Countering, Treating, Coresponsible, Sharing to transform crises into possibilities, poverty into opportunities and to educate adolescents to become responsible adults of tomorrow.... Pengaturan kemitraan tripusat pendidikan diatas menunjukan PPKn bercirikan sosio-pedagogis Kerr, 2000;Winarno, 2014. PKn dalam K13 tidak dipandang berada pada ranah pribadi dan melihat PPKn sebagai kurikulum hanya dapat diajarkan pada ranah formal-pedagogis. ...... Secara konseptual merupakan education for citizenship pendidikan untuk kewarganegaraan. Sebagaimana yang telah disampaikan Kerr 1999Kerr , 2000Kerr , 2002 bahwa peserta didik disiapkan menjadi warga yang dilengkapi kompetensi utuh dan holistik seorang warga yaitu pengetahuan, keterampilan, dan watak kewarganegaraan melalui mata pelajaran PPKn. Sehingga warga muda peserta didik diharapkan nantinya mampu berpartisipasi yang bermutu, terarah, efektif yang didasarkan tanggung jawab, cakap dan well informed saat mereka dewasa sebagaimana tujuan umum PPKn Kerr, 1999Kerr, , 2002Rachman, 2018. ...... School textbooks are a tool for the teachers to promotion of the citizenship Collado & Atxurra, 2006. They consider themselves that the textbooks to sufficient degree provide the theoretical knowledge they need, although they are worried about their dependence on them, their age, the gaps and the issues they deal with Kerr, 1999. Nowadays, they continue to dominate the educational process while teachers envision more discussion with students, time and new educational material Torney-Purta, Lehmann, Oswald, & Schulz, 2001. ...... While important tools are available to the teacher, they remain untapped Huddleston, 2005. Mostly, the textbook satisfies the needs of young teachers due to lack of retraining and new tools, but without a holistic perception of reality as it needs modernization Kerr, 1999. Teachers' dependence on the textbook confirms that citizenship education remains mostly a book-based experience rather than an experiential one Mayer, Bromley, & Ramirez, 2010. ...There is shared commitment across European countries to ensure young people acquire social, civic and intercultural competences, by promoting across the disciplines democratic values and fundamental rights, social inclusion and non-discrimination, as well as active citizenship. However, this raises many challenges, not least in an uncertain world characterized by economic crisis, increased inequality, environmental concern, high migration flows, and the rise of populist post-truth’ politics. All these challenges raise questions of fairness and social justice and prompt reflection on notions related to identity, the development of capabilities, citizenship, belonging, otherness, recognition of diversity, inter-generational solidarity and active democratic participation at the personal, global and policy level. In this context, papers from across the disciplines concerned with democratic values, constructs of identity, human dignity and capacities, participation and/or citizenship education in relation to issues of social justice in formal, in-formal or non-formal contexts are included in this volume.... However, the question "Should Citizenship Education be taught by a specialist or a generalist teacher?" has been one important issue in the field of Citizenship Education Kerr, 1999;Taneja, 1990. Nevertheless, many educators insist that the teaching of Citizenship Education should not be left only for some groups of teachers. ...... Taneja, 1990, p. 231 The experience of many countries in teaching Citizenship Education is also consistent with the idea of Taneja 1990. For instance, as Kerr 1999 reported, in most of the countries he investigated there was no specific initial and in-service training for Civics teachers. For this educator, the general trend was using generalist teachers in teaching the subject. ... Mulugeta Yayeh WorkuThe purpose of this study was to understand the perceptions of Ethiopian students and school practitioners as to whose responsibility it is to foster good citizenship. To achieve this purpose, a descriptive survey design was used. Through different sampling techniques, 42 Civic and Ethical Education teachers, 410 students, 157 non-Civic and Ethical Education teachers, and 29 school leaders were selected from 20 schools. A questionnaire was used to gather data concerning participants’ perceptions on the responsibility of the three major stakeholders of good citizenship traditional institutions the family, community, and religious institutions, educational institutions, and nonacademic institutions NGOs, mass media, and political parties. Results of the study revealed that the perceptions of Ethiopian students and educators regarding the responsibility for good citizenship were narrow and incomplete. It is also understood that there has been much reliance on schools and their Civic and Ethical Education teachers for the preparation of good citizens. In the article, the implications of these findings, both for policymaking and classroom practice, are indicated.... CE should be viewed as a content area for inclusion in the formal school curriculum that has educational value as either a mainstreamed subject area or as an integrated acrossthe-curriculum content opportunity. As a starting point, Kerr 1999 provides a useful definition ...... Given the limits of such a global perspective within an internationalized approach to CE, the need for localizing the teaching and learning of citizenship for Fiji is evident. Kerr 1999 articulates the need for contextualization, explaining that CE is necessarily the child of interpretation. His five pronged criteria for the contextual development of CE in-country includes 1 historical tradition; 2 geographical position; 3 sociopolitical structure; 4 economic system, and 5 global trends ...... Tidak ada tugas yang lebih penting dari pengembangan warga negara yang bertanggung jawab, efektif, dan terdidik Branson, 1998. Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawab sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalam persekolahan, pengajaran, dan belajar dalam proses penyiapan warga negara Kerr, 1999. ...... Karakter yang baik merupakan tujuan yang ingin dicapai dari PKn. Berkaitan dengan tujuan PKn yang ingin membentuk karakter baik warga negara, maka seorang guru PPKn merupakan ujung tombak pembelajaran PKn di sekolah harus mampu mendidik nilai, moral, dan karakter kepada peserta didiknya Lickona, 1991;Kerr, 1999;Patrick & Vontz, 2001. ...Alfurkan Alfurkan Marzuki MarzukiThis article aims to describe the form of anti-corruption education to strengthen the value of honesty in schools, factors that encourage and inhibit the implementation of anti-corruption education, as well as solutions to overcome obstacles in the implementation of anti-corruption education. The study uses a qualitative approach with a case study type. Data collection was carried out through interviews, observations, and documentation studies. Data analysis uses interactive analysis. Anti-corruption education is carried out in two ways the honesty canteen and the learning of Pancasila and Citizenship Education. Supporting factors that influence the honesty reinforcement are teacher modeling, increased worship activities, and participation in organizational activities. The inhibiting factor is that canteens often suffer losses due to lack of supervision and teacher assistance. The solution to overcome these obstacles is to increase cooperation between teachers, increase supervision, carry out regular assistance, and support from families and communities.... z tej perspektywy obywatelstwo rozumiano w relacji jednostka-państwo, co oznaczało, że dobry obywatel to osoba, która głosuje, startuje w wyborach lub przynależy do partii politycznych. zmiany społeczne XX wieku, takie jak postęp technologiczny, migracje, zmiana roli kobiety Kerr, 1999, stworzyły zupełnie nowe problemy. zanieczyszczenie środowiska, konflikty, przemoc, bieda, bezrobocie itd. to zjawiska, których rozwiązanie zaczęło się wymykać z rąk polityków i weszło w granice odpowiedzialności jednostek Kerr, 1999. ...... zmiany społeczne XX wieku, takie jak postęp technologiczny, migracje, zmiana roli kobiety Kerr, 1999, stworzyły zupełnie nowe problemy. zanieczyszczenie środowiska, konflikty, przemoc, bieda, bezrobocie itd. to zjawiska, których rozwiązanie zaczęło się wymykać z rąk polityków i weszło w granice odpowiedzialności jednostek Kerr, 1999. Obywatel XXI wieku to osoba, która potrafi w życiu codziennym rozwiązywać nie tylko osobiste problemy, ale także wpływać na postawy innych, na instytucje społeczne, kształtować nastawienia, które służą pozytywnemu rozwiązaniu spraw Davies, Issitt, 2005. ...... Citizenship, cultural conversations, and guidance within the family will contribute to the development of individuals Kerr, 2000;Feldmann, 2007. In their study, Ahmed and ...The general purpose of this study is to examine the views of social studies and classroom teachers on citizenship tendencies and classroom practices. In line with this purpose, teachers' citizenship tendencies, whether citizenship tendencies vary according to gender, branch, and seniority, how they interpret the concept of "ideal citizenship," and classroom practices related to citizenship teaching were investigated. The study was conducted according to mixed method. The results revealed that the citizenship tendencies of the teachers were at a high level. The total mean scores of teachers did not differ according to gender; however, there were significant differences in terms of branch and seniority Findings show that the teachers expressed ideal citizenship as "knowing their rights and responsibilities" and "obeying the laws." While defining the qualities an ideal citizen should have, it was concluded that teachers frequently emphasised the themes of "responsible" and "patriotism." It was concluded that teachers adopted the principle of "learning by doing-experiencing" and the method of "lecturing" while explaining the subject of citizenship. It was also found that "visual media" and "insufficient curriculum" were teachers' most common problems while raising citizens. Teachers made various suggestions about raising ideal citizens.... According to Kerr 1999, Civic Education learning is broadly formulated for the preparation process so that responsibilities as citizens can be taken over. Education teaches and provides experience for students to carry out their rights and obligations properly as citizens. ...Muhammad HalimiRahmat Rahmat Restu Adi NugrahaElda Dwi PratiwiTechnological developments have an impact on various fields, in education particularly, the 21st-century learning requires lectures and learners to be creative and innovative in utilizing digital media effectively, by using the right methods, the learning process in the digital era will be carried out optimally, to improve the quality of learning by learning objectives. This research used a mixed design approach with a survey as its main method. The participants of this study were lecturers and students of the PKn UPI Study Program using online learning in an online learning system SPADA UPI and Integrated Online Learning System SPOT UPI at Universitas Pendidikan Indonesia. The results show that online learning can improve the quality of Civics learning if technology can be integrated into the Civics learning curriculum, lectures who can use digital media and digital literacy, and teaching materials that can develop 21st-century civic competencies to prepare young citizens in facing the era of disruption. Students as young citizens can be directed to master digital citizenship skills so that they can become citizens who have democratic, wise, and responsible competencies in the digital era.... In its development, civics education experienced the change of paradigm which leads to the humanistic paradigm, which views every student as having different characters and potentials Bruna, 2007. Civics education is considered as playing a strategic position considered to have a strategic position in building the character of the citizens in line with their functions Kerr, 1999. Education is carried out democratically and fairly and not discriminatively by highly valuing human rights, diversity values, cultural values, and the plurality of the nation Gorski, 2009. ...Muhammad HendriZamroni ZamroniSuharno Suharnop style="text-align justify;">This research aims to reveal the pattern of the multiculturalism-based civics education at higher education institutions in Surakarta, Indonesia. It applied the descriptive qualitative method with the dual case study approach, conducted at State University of Sebelas Maret and Slamet Riyadi University in Surakarta. The data were collected through observation and interviews to find the answers to the research questions in the field. The data were analysed using the interactive technique, consisting of data collection, data reduction, data display, and conclusion drawing. The result shows that the teaching of multiculturalism-based civics education at State University of Sebelas Maret and Slamet Riyadi University has almost the same pattern, that is media-assisted teaching pattern and is always conducted by considering the material integration dimension, knowledge construction dimension, prejudice minimization dimension, equal rights to education dimension, and the dimension of school culture empowerment and social structure from the planning stage to teaching implementation and evaluation stages. The research findings suggest that the students of universities in Surakarta should be able to implement the goal of the teaching of civics education in universities, and the lecturers should always improve the materials, content, method, and strategies of the teaching of multiculturalism-based civics education has become a key concem and area of debate in recent years all around the world. In England citizenship education has been widely reviewed and rapidly developed over the past decade. At the same time China has also come to pay more and more attention to citizenship education in both the national and intemational context. This disseliation firstly intends to review what citizenship has meant inside England and China. Secondly and importantly, I highlight the methodology and methods used in my study and discuss their advantages and disadvantages. Thirdly by comparing policies for citizenship education between England and China I seek to develop a clearer understanding of what differences and similarities have existed in citizenship education in both countries. Fourthly, I investigate approaches to citizenship education in two schools, one in England and one in China, and examine these from the perspective of pupils aged 15 to 17, as elicited through a questionnaire survey can-ied out in each school. Moreover I attempt to analyse the backgrounds for differences and similarities of citizenship education in both countries. Both countries face the challenges of citizenship education and try to overcome limitations and prepare for tomOlTOW's world. So it is useful to look beyond one's own countIy and widen the options open to a different study aims to determine the role of Pancasila in the era of disruption to be an important part that every individual must realize that this era must be passed and become a challenge in current developments. Changes that are increasingly fast are encouraging and requiring us to innovate. The ability to innovate is one strategy in maintaining our existence in this era. The development of this era has an impact on various existing fields, one of which is education. Education is an important aspect which is one of the means to achieve the national goals of the Indonesian nation. The method used is a qualitative descriptive case study research method for elementary school students in South Jakarta. The data source is elementary schools in Pasar Minggu sub-district. The research data is in the form of descriptions of the utterances of several informants who describe the role of Pancasila. The subjects of this study were elementary school students in Pasar Minggu sub-district with the object, namely 50 students and 10 class teachers. The results showed that the role of civic education for elementary school students and learning civics education is fun. Thus, creating a new paradigm even though the times are increasingly rapid, elementary school students still instill character values according to the noble culture of courtesy and ethics. The function of civic education is implemented in a habit of anticipating and overcoming moral crises in elementary school students in South Jakarta.

sesuaidengan pendapat Kerr (Winataputra dan Budimansyah, 2012:4) bahwa Citizenship or civic education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and resposibility as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching, and learning) in that preparatory process. Hal ini bermakna

CIVIC EDUCATION, CITIZENSHIP EDUCATION Civic Education “…the foundation course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives”. Citizenship Education or Education for Citizenship “…both these in school experiencess as well as out of school or non formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media, etc which help to shape the totality of the citizen”. Cogan, 19994 Civic Education adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan Citizenship Education atau Education for Citizenship digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan luar sekolah seperti rumah, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, media massa dan lain-lain yang berperan membantu proses pembentukan totalitas atau keutuhan sebagai warganegara. Karakteristik warganegara abad ke-21 adalah sebagai berikut 1. kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global, 2. kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat, 3. kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya 4. kemampuan berpikir kritis dan sistematis. 5 memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb 6. kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan 7. kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan. 8. kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional. Objek Studi PKn Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai objek studi yaitu warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Termasuk pula objek studi civics adalah . Tingkah laku warga negara . Tipe pertumbuhan berpikir . Potensi setiap diri warga negara . Hak dan kewajiban . Cita-cita dan aspirasi . Kesadaran patriotism, nasionalisme 7. Usaha, kegiatan, partisipasi, dan tanggungjawab warga negara. Nu’man Somantri, 2001 dalam Aziz & Sapriya 2011316, serta wuryan, 200614 Pendidkan Kewarganegaraan yang mengkaji tentang budaya yaitu civic culture. Menurut Winataputra 201257 Spesifik civic culture merupakan budaya yang menopang kewarganegaraan yang berisikan separangkat ide-ide yang dapat diwujudkan secara efektif dalam representasi kebudayaan untuk tujuan pembentukan identitas warganegara. Dalam hal ini, civic culture sangat diperlukan dalam pengembangan Pendidikan kewarganegaraan. selain dari pada itu, winataputra 200658 menyatakan bahwa identitas warganegara yang bersumber dari civic culture perlu dikembangkan melalui pendidikan Kewarganegaraan dalam berbagai bentuk dan latar belakang. Tujuannya hanya ingin mensosialisasikan perbedaan dari kedua konsep ini semoga bermanfaat dan sedikit mengkaji tentang Objek Studi PKn oleh Prof, Numan Sumantri, seorang bpk PKn yang sangat senior.

. 365 94 238 127 8 84 497 160

perbedaan civic education dan citizenship education